ITS Realisasikan Mesin Pengolah Sagu

Ide tidak biasa milik Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan, tentang mesin pengolah sagu menjadi beras akan terealisasi. Ide yang dilontarkan pada Kuliah Bung Karno untuk Kebangsaan dan Teknologi akhir Maret lalu telah diinisiasi awal oleh Perhutani. Penandatanganan MoU mengenai pembuatan mesin industri pengolah sagu oleh ITS pun dilakukan, Selasa (10/7).

Perhutani akan membangun pabrik sagu di kawasan Sorong Selatan, Papua. Pembangunan tersebut merupakan salah satu respons BUMN untuk mendukung program pemerintah untuk mensukseskan pembangunan di Papua. Khususnya di bidang peningkatan produksi dan ketahanan pangan.
Daerah Sorong dipilih karena merupakan kawasan terdekat dari hutan sagu seluas satu hektar yang terdapat di Papua. Hutan sagu itu tidak banyak dimanfaatkan, karena kebanyakan masyarakat Indonesia menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok. Untuk mengakali hal itu, Meneg BUMN menggagas sagu yang bentuknya mirip seperti beras.
Untuk proyek pembangunan pabrik ini, BUMN menggelontorkan dana sebesar Rp 50 hingga 70 miliar. Pembebasan lahan dan penanaman sagu skala besar pun telah dilaksanakan. Seluruh lini dalam BUMN akan terjun bersama menangani proyek ini. Misalkan untuk masalah penyediaan listrik, maka akan dilakukan oleh PLN. Dalam hal pengurusan hutan, maka Perhutani akan turun tangan.
Khusus untuk pembuatan mesin pengolah sagu, Perhutani menggandeng ITS. Kerjasama tersebut disambut hangat oleh Rektor ITS, Prof Dr Ir Tri Yogi Yuwono DEA.
Sejak tiga bulan yang lalu, ITS tidak tinggal diam atas tantangan Meneg BUMN untuk membuat alat pengolah sagu. Tri Yogi mengatakan bahwa Jurusan Kimia telah melakukan riset pembuatannya tanpa menggunakan mesin. “Jadi, sekarang riset untuk pembuatan mesinnya,” ujarnya.
Pihak ITS diberi tugas untuk mendesain mesin baru untuk mengolah sagu menjadi mirip beras. Dari desain tersebut, Perhutani akan membuat mesinnya dan memperbanyak sesuai dengan kebutuhan.
Direktur Utama Perhutani, Bambang Sukmananto mengatakan pembuatan pabrik ini ditargetkan akan selesai pada Agustus tahun depan. Sehingga, mesin buatan ITS pun harus selesai sebelum tahun 2013 menjelang. “Mulai tahun 2013 nanti harus sudah produksi awal,” tuturnya.
Produksi awal tersebut, lanjutnya, akan dibuat 100 ton sagu per hari. Sehingga, dalam satu tahun produksi sagu mirip beras bisa mencapai 25.000 ton. Hasil produksi sagu tersebut tidak hanya untuk konsumsi warga Papua saja. Namun, akan dijual di seluruh Indonesia.
Untuk penjualan sagu tersebut dipatok harga Rp 8.000 per kilogram. Harga tersebut, menurut Bambang, akan lebih murah jika dibandingkan dengan per kilogram harga beras pada tahun depan. “Jadi tidak akan rugi,” ujarnya.
Tidak hanya bekerjasama dalam pembuatan mesin pengolah sagu. Perhutani juga meminta ITS mengirimkan sarjananya untuk bekerja di Perhutani. Khususnya sarjana Teknik Kimia dan Teknik Lingkungan.

0 comments:

Post a Comment